J o h N o t e

j o h N o t e:

It’s New!


Ternyata menulis tidaklah mudah. Salah satu tantangan terberatnya adalah konsistensi, yang notabene juga menjadi penantang kelas berat bagi seabrek aktivitas lain. Ada banyak ide yang sebenarnya mengalir dalam apa yang saya sebut sebagai ‘sungai kognitif’, ide-ide yang siap tersaji dalam aksara kaya makna, yang diharapkan bisa memberi pencerahan dan bisa melahirkan apa yang saya sebut sebagai ‘momen aha!’ bagi kita semua. Namun kemudian jalan keluar aliran tersebut tersumbat, tersekat, dan terhambat. Sumbat tersebut –seperti yang sudah saya perkenalkan di awal- ialah konsistensi. Sekat yang lain adalah kreativitas menulis, yang dalam waktu lebih dari enam bulan terakhir ini menjadi barang langka buat saya.


Menulis, di sisi lain, bagi saya adalah passion, yang walaupun dalam kurun waktu yang berlalu dia sudah mati suri karena kehabisan asupan gizi konsistensi dan kreativitas, namun ternyata tetap ada dalam diri dan kembali memanggil saya untuk melanjutkan usaha berbagi inspirasi dan melukis warna warni di jiwa kita.


Dalam tahapan hidup saya sekarang, menulis juga berarti proses bertumbuh. Itulah penjelasan atas berubahnya style tulisan saya. Ada beberapa tulisan dari J o h N o t e yang dengan pertimbangan tertentu tetap saya sertakan di sini. Ini tulisan yang sama mengenai kehidupan, yang tetap dihadirkan dengan penuh rasa cinta pada kita semua, pada kehidupan dan Hidup itu sendiri. Inilah j o h N o t e.

Sunday, March 14, 2010

Penghargaan Berharga

Bayangkan ketika suatu pagi kita bangun dari tidur kita, tiba-tiba ada label harga terpasang pada benda-benda di sekitar kita. Saya membayangkan label harga tersebut terpasang di mana-mana, di baju, celana, underwear, kasur, dan semua benda lain di kamar saya. Ketika saya ke kamar mandi untuk menggosok gigi, label harga tersebut terpasang pada pasta gigi, sikat gigi, dan benda-benda lain yang ada di kamar mandi saya. Hal tersebut terus berlanjut ketika saya keluar dari kamar dan melakukan aktivitas saya hari itu. Label harga tersebut ada di mana-mana! Kita hidup di dalam dunia dimana hampir semua benda yang ada di sekeliling kita mempunyai harga tertentu. Ungkapan ‘Tidak ada yang gratis di dunia ini’ bagi saya adalah ungkapan yang relevan, yang dengan sempurna menggambarkan dunia dimana kita hidup di dalamnya. Penilaian/pemberian harga terhadap suatu benda adalah hal yang lazim dalam dunia kita, selazim aktivitas bernafas yang terus berjalan, dengan atau tanpa kesadaran kita. Seluruh aktivitas kita dalam dunia ini, dari kita lahir sampai kita kembali pada Sang Hidup -jika kita sadari- tenggelam dalam satu pusaran kuat: uang. Pusaran tersebut melatih dan membentuk kita selama tahun-tahun hidup kita dan menjadikan kita ahli menaksir dan memberi nilai pada suatu barang, mengkonsumsinya, mengeksplorasinya untuk mendapatkan nilai maksimal dari barang tersebut, bahkan ‘mengeksploitasinya’ untuk mendapat apa yang menjadi kesukaan kita semua: laba.


Hal yang serupa tapi tak sama, sadar atau tidak, dan tanpa bisa kita elakkan lagi, kita gunakan pada orang-orang, siapa saja yang ada di sekeliling kita. Sepanjang waktu dalam hidup kita, sadar atau tidak, kita membuat penilaian-penilaian tertentu atas orang-orang tertentu dan mengekspresikan penilaian tersebut lewat penghargaan yang kita tunjukkan dengan cara kita memperlakukan orang-orang tersebut. Cara kita menghargai orang lain menempatkan diri kita pada tempat-tempat tertentu, dimana kita memandang kehidupan dengan cara yang berbeda dari masing-masing tempat dimana kita berada.


Ada sangat banyak orang yang menilai segala sesuatu hanya berdasarkan pada apa yang terlihat/nampak secara fisik dan kemudian membawa pendekatan itu dalam menghargai orang lain. Mereka ada pada tempat yang memberi mereka pandangan bak televisi hitam putih dalam memandang kehidupan dan orang-orang yang ada di dalamnya. Orang yang mempunyai tampilan fisik yang prima, lengkap dengan segala asesoris wah yang melekat padanya mendapat penghargaan yang spesial, orang yang pandai berbicara dan terlihat mempunyai pendidikan tinggi mendapatkan kekaguman yang melambung, orang yang rajin melakukan aktivitas agama dipandang sebagai orang baik bak malaikat, sebaliknya orang yang berpenampilan sederhana, atau bahkan yang terlihat urakan dan ‘kurang sopan santun’ hanya dipandang sebelah mata. Itulah yang lazim terjadi dalam dunia kita, kelaziman yang menahun dan terus berlanjut walaupun kepalsuan telah membuka kedoknya di depan mata kita dan menunjukkan bahwa beberapa dari orang-orang yang nampak serba wah itu ternyata hanyalah penipu belaka, bahkan penindas dan pelahap sesamanya. Itulah ‘televisi hitam’ putih yang memenjarakan banyak jiwa.


Kita adalah ahli dalam membuat penghargaan bagi orang-orang yang memang layak mendapatkannya. Mulai dari lingkup yang kecil, misalnya di kelas, sampai lingkup yang lebih besar, di sekolah, di kota, hingga di tingkat nasional dan sampai di tingkat dunia, ada banyak sekali bentuk penghargaan yang diberikan untuk orang-orang yang memang layak mendapatkannya. Saya sendiri pernah terlibat dalam memberikan penilaian saya untuk menentukan siapa saja murid dalam kelas saya yang layak mendapatkan penghargaan dari sekolah sebagai murid-murid yang berprestasi secara akademik, yang berkelakukan baik, dsb. Penghargaan bergengsi dalam dunia film, piala Oscar, baru saja diberikan untuk film ‘Hurt Locker’ yang dinobatkan sebagai film terbaik. Para ‘gila bola’ tentu tahu bahwa Lionel Messi telah dinobatkan sebagai pemain sepak bola terbaik dunia 2009, dalam skala yang lebih kecil, Didier Drogba dinobatkan sebagai pemain sepak bola terbaik Afrika 2009. Daftar berbagai penghargaan tersebut masih panjang dan saya memilih untuk tidak menuliskannya karena bukan itu esensinya. Dalam segala kemeriahan pemberian penghargaan tersebut, kita bisa melihat satu bentuk penghargaan lain yang kita berikan pada orang lain, bukan penghargaan atas apa yang terlihat/nampak secara fisik saja, tapi penghargaan karena kualitas yang dipunyai orang tersebut. Kualitas tidak bisa ditipu dan memang pantas untuk dihargai. Setiap orang memerlukan dan mencari kualitas dalam hidupnya. Kesediaan kita untuk berpindah dari tempat dimana kita menghargai orang lain hanya dari apa yang nampak secara fisik ke tempat dimana kita menghargai orang lain karena kualitas yang ada pada dirinya, akan memberikan pada kita pandangan bahwa baik buruknya kehidupan ditentukan oleh kualitas orang-orang dalam kehidupan tersebut dalam setiap sisi kehidupan mereka. Di tempat ini, peningkatan adalah bahan bakar, sedangkan penghargaan adalah bonus jika kita mencapai garis akhir dengan kualitas berkelas. Tempat yang sama menyodorkan cermin untuk kita merenung:


“Kualitas apa yang aku hargai dari diriku? Masih penuh atau sudah kosong tak bersisakah bahan bakarku?”
“Apa yang aku hargai dari suami/istri, kekasih, sahabat, teman, dan siapa saja yang ada dalam hidupku? Masih mampukah aku melihat kualitas mereka sekalipun dalam buram dan kemudian bersyukur atas kualitas yang juga turut aku nikmati kemilaunya itu?”


Menghargai orang hanya dari apa yang terlihat secara fisik nampaknya bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan, bahkan penghargaan jenis yang satu ini nampak seperti mesin otomatis yang bekerja dengan baik dalam diri orang-orang, banyak sekali orang. Ini adalah satu cara penghargaan yang sudah memakan banyak korban tapi masih tetap mempunyai banyak peminat. Fakta memanglah menyakitkan.


Menghargai orang dari kualitas yang ada pada diri orang tersebut, bagi sebagian orang bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan, perlu hati yang lapang dan usaha keras untuk mengakui, mengagumi dan belajar dari orang yang mempunyai kualitas yang lebih baik bagi kita. Pada waktu-waktu tertentu, kita perlu usaha ekstra untuk tetap melihat kualitas orang-orang yang dekat, orang-orang yang kita cintai, sekalipun dalam keadaan yang buram dan jarak pandang yang terbatas. Di sisi yang berbeda, sebagian orang yang lain mau dan mampu untuk memilih jenis penghargaan seperti ini. Fakta kadang juga memberi oase.


Kita hidup dalam dunia fana dimana apa yang ada hari ini bisa saja mendadak lenyap esok hari atau kapan saja tanpa kita mau, tanpa kita tahu. Apa yang ada pada kita hari ini –segala yang ‘wah’ yang kita punyai- mungkin akan hilang esok hari atau entah kapan. Kualitas yang kita punyai, yang sekarang berdiri kokoh, bisa roboh karena kita terkecoh dan terlalu bodoh untuk menyerahkan diri kita pada candu dunia. Ketika kualitas memudar, apalagi kilau segala yang ‘wah’ pada diri orang lain tak lagi mengkilat, apakah kita akan tetap menghargai? Terlalu mudah untuk berkata tidak, dan memanglah susah untuk memberikan kesanggupan kita. Dalam dunia yang fana ini, kita perlu sesuatu yang lebih dalam penghargaan kita pada orang lain, kita memerlukan cara penghargaan yang akan tetap bertahan terhadap perubahan apapun, yang akan memampukan kita menyimpan apa yang esensi: Menghargai. Penghargaan yang didasarkan pada apa yang ada dalam diri orang lain -baik segala yang ‘wah’ maupun kualitas yang dipunyai orang tersebut- bersifat sementara dan rentan berubah apabila keadaan dan orang tersebut berubah. Di sisi yang lain, penghargaan yang didasarkan pada kualitas yang ada dalam diri kita, yaitu kualitas untuk menghargai orang lain itu sendiri adalah penghargaan yang tahan terhadap perubahan.


Kualitas ini menilai setiap orang -tidak peduli bagaimana keadaan mereka- sebagai orang yang penting dan berharga. Orang yang penting akan kita perlakukan dengan penuh rasa hormat, orang yang berharga akan kita perlakukan dengan baik supaya dia bisa menjadi lebih baik lagi, supaya kualitas dalam dirinya ditemukan dan ditingkatkan, dan untuk orang yang penting dan berharga, kita akan memastikan bahan bakar mereka tetap terisi penuh supaya mereka bisa mencapai garis akhir dengan kualitas yang berkelas. Penghargaan dengan kualitas seperti ini hanya datang dari Sang Hidup.

No comments: