J o h N o t e

j o h N o t e:

It’s New!


Ternyata menulis tidaklah mudah. Salah satu tantangan terberatnya adalah konsistensi, yang notabene juga menjadi penantang kelas berat bagi seabrek aktivitas lain. Ada banyak ide yang sebenarnya mengalir dalam apa yang saya sebut sebagai ‘sungai kognitif’, ide-ide yang siap tersaji dalam aksara kaya makna, yang diharapkan bisa memberi pencerahan dan bisa melahirkan apa yang saya sebut sebagai ‘momen aha!’ bagi kita semua. Namun kemudian jalan keluar aliran tersebut tersumbat, tersekat, dan terhambat. Sumbat tersebut –seperti yang sudah saya perkenalkan di awal- ialah konsistensi. Sekat yang lain adalah kreativitas menulis, yang dalam waktu lebih dari enam bulan terakhir ini menjadi barang langka buat saya.


Menulis, di sisi lain, bagi saya adalah passion, yang walaupun dalam kurun waktu yang berlalu dia sudah mati suri karena kehabisan asupan gizi konsistensi dan kreativitas, namun ternyata tetap ada dalam diri dan kembali memanggil saya untuk melanjutkan usaha berbagi inspirasi dan melukis warna warni di jiwa kita.


Dalam tahapan hidup saya sekarang, menulis juga berarti proses bertumbuh. Itulah penjelasan atas berubahnya style tulisan saya. Ada beberapa tulisan dari J o h N o t e yang dengan pertimbangan tertentu tetap saya sertakan di sini. Ini tulisan yang sama mengenai kehidupan, yang tetap dihadirkan dengan penuh rasa cinta pada kita semua, pada kehidupan dan Hidup itu sendiri. Inilah j o h N o t e.

Monday, August 23, 2010

Membaca Warna

Kurang lebih dalam lima bulan terakhir ini, saya kembali mengalami masa mati suri. Roh pujangga saya terhimpit di tengah lelah, lelah, dan lelah. Aktivitas sehari-hari saya nampaknya menguras banyak energi jiwa, sehingga asupan gizi kreativitas dan konsistensi yang menjadi bahan bakar utama saya untuk berbagi inspirasi dan warna warni jiwa, menjadi memudar. Saya bersyukur karena memudar tidaklah berarti bubar, bersyukur untuk sore cerah saat nyala hijau lampu lalu lintas di perempatan jalan raya itu memanggil roh pujangga saya kembali di sini, berbagi isi hati, menoreh inspirasi.

Jalan raya, dimanapun dia berada dan bagaimanapun rupanya, paling tidak punya kesamaan dalam satu hal: Warna. Merah, kuning, dan hijau hadir di jalan raya bagaikan kafein dalam kopi, O2 dalam H2O, dan bintang dalam bentang langit malam. Tak terpisahkan. Warna warni tersebut tak terpisahkan baik dari diri mereka sendiri maupun dari jalan raya. Lampu lalu lintas. Itulah nama yang kita berikan pada wujud penjelmaan merah, kuning, dan hijau di jalan raya. Ini bukan penjelmaan biasa, ini adalah satu sistem yang menjaga stabilitas dan memastikan semua pengguna jalan raya berada dalam keadaan aman terkendali.

Semua pengguna jalan raya fasih bercakap bahasa warna, namun tampaknya tidak semua orang bersedia memahami makna di balik bahasa tersebut. Orang-orang tertentu hanya memaknainya sebagai warna warni yang akan membawa mereka pada hilangnya beberapa puluh ribu rupiah jika mereka mengabaikan bahasa warna tersebut, yang lain bahkan merubah kesepakatan bahasa warna yang ada menurut kemauan mereka sendiri. Dalam hal ini, hijau menjadi pemenang. Orang-orang tersebut seringkali memaknai merah dan kuning sebagai hijau. Di mata mereka, lampu lalu lintas, sesuai dengan urutannya, dari atas ke bawah, adalah hijau, hijau, dan hijau.

Ketika merah atau kuning menjadi hijau, itu bukanlah sekedar kesalahan pemaknaan bahasa warna, itu adalah pengingkaran sistem, goncangan bagi stabilitas alam jalan raya. Kalau engkau adalah pelaku perubahan makna bahasa warna tersebut, engkau sedang bersiap kehilangan sesuatu dari dirimu, bahkan dirimu sendiri. Engkau juga berpeluang besar mengambil sesuatu dari sesamamu yang ada di jalan raya. Jalan raya perlu kerjasama dari semua penggunanya, namun dia tidak pernah bisa melarang siapapun yang enggan, dia hanya punya satu pesan tak terucap yang terdengar dengan jelas: “Kalau engkau enggan, jalanan sudah tahu bagaimana seharusnya dia memperlakukanmu dengan sepantasnya.”

Kehidupan seringkali menyatakan dirinya dengan sederhana, dalam skala mikro, untuk memperkenalkan dirinya pada kita. Sore itu dia hadir, memperkenalkan secuil dari dirinya pada saya dalam wujud jalan raya. Jalan raya mempunyai warna warni merah, kuning, dan hijau yang menjelma menjadi satu sistem penjaga stabilitas bernama lampu lalu lintas. Warna warni merah, kuning, dan hijau di jalan raya mengkomunikasikan bahasa warna sederhana untuk memberitahukan pada kita kapan kita harus berhenti, bersiap untuk berhenti atau berjalan, dan kapan kita bisa terus berjalan. Semua yang ada di jalan raya akan tetap menjadi baik jika bahasa itu dipahami dengan baik pula.

Kehidupan mempunyai berlaksa warna warni yang menjelma menjadi beragam masa dalam hidup kita. Orang bijak mengatakan bahwa segala sesuatu dalam hidup ini ada masanya, dan pada masa segala sesuatu itu terjadi, segala sesuatu itu indah belaka. Itulah kehidupan. Kau tak pernah bisa memilih yang biru dan menolak yang hitam, mengecap yang jingga tanpa mencicipi yang abu abu. Apa yang penting adalah mengenali warna kehidupan dan memahami bahasa setiap warna dengan baik sehingga kita tahu bagaimana seharusnya kita berlaku terhadap diri kita dan kehidupan, sama seperti kita mengenali dan paham bahasa warna di jalan raya.

Mengenali dan kemudian memahami makna bahasa warna di jalan raya adalah pilihan, begitu juga dengan upaya kita mengenali warna kehidupan untuk kemudian memahami atau mengingkarinya, adalah pilihan. Setiap pilihan, cepat atau lambat akan memberikan kita buah –baik pahit maupun manis- yang akan kita nikmati. Ketika putih atau ungu, atau warna apapun menyapa hidupmu, kau bisa memilih untuk menjadi serasi atau mengingkari mereka. Dalam alam jalan raya, ketika merah dan kuning menjadi hijau, stabilitas tergoncang dan kekacauan menyeruak masuk. Itulah miniatur kehidupan. Mengingkari warna yang sedang ada dalam hidup kita sama halnya dengan menorehkan padanan warna yang salah dalam kanvas hidup kita. Keindahan yang seharusnya hadir di setiap warna dan dalam setiap masa di hidup kita menjadi tiada. Namun kehidupan tak kan pernah memaksa. Ketika kau mengingkari warnanya, kehidupan tahu pasti bagaimana seharusnya dia memperlakukanmu dengan sepantasnya.

Dia yang bijak tahu dengan pasti warna yang sedang ada di hidupnya, mengenali warna tersebut, dan menorehkan padanan warna yang serasi, sehingga dia akan melihat bahwa apapun warna di hidupnya, tiap masa dalam hidupnya adalah indah. Dia yang bijak tahu karena dia belajar dari kehidupan dan Sang Pelukis Hidup.



(Surabaya, Agustus 2010)

3 comments:

Anonymous said...

rasa nya aku harus baca 2 ato 3 x lagi untuk menyelami nya. rgx1818

Anonymous said...

lama ndak baca johnote , stlh 6 bulan, memang benar adanya kalo bahasa johnote mengalami perubahan. -dps-

bee said...

yg bikin sumpek tuh kl ada org mw lurus tp ambil jalur yg g seharusnya. Geregetan .. (kaya lagu sherina) :P

salam kenal