J o h N o t e

j o h N o t e:

It’s New!


Ternyata menulis tidaklah mudah. Salah satu tantangan terberatnya adalah konsistensi, yang notabene juga menjadi penantang kelas berat bagi seabrek aktivitas lain. Ada banyak ide yang sebenarnya mengalir dalam apa yang saya sebut sebagai ‘sungai kognitif’, ide-ide yang siap tersaji dalam aksara kaya makna, yang diharapkan bisa memberi pencerahan dan bisa melahirkan apa yang saya sebut sebagai ‘momen aha!’ bagi kita semua. Namun kemudian jalan keluar aliran tersebut tersumbat, tersekat, dan terhambat. Sumbat tersebut –seperti yang sudah saya perkenalkan di awal- ialah konsistensi. Sekat yang lain adalah kreativitas menulis, yang dalam waktu lebih dari enam bulan terakhir ini menjadi barang langka buat saya.


Menulis, di sisi lain, bagi saya adalah passion, yang walaupun dalam kurun waktu yang berlalu dia sudah mati suri karena kehabisan asupan gizi konsistensi dan kreativitas, namun ternyata tetap ada dalam diri dan kembali memanggil saya untuk melanjutkan usaha berbagi inspirasi dan melukis warna warni di jiwa kita.


Dalam tahapan hidup saya sekarang, menulis juga berarti proses bertumbuh. Itulah penjelasan atas berubahnya style tulisan saya. Ada beberapa tulisan dari J o h N o t e yang dengan pertimbangan tertentu tetap saya sertakan di sini. Ini tulisan yang sama mengenai kehidupan, yang tetap dihadirkan dengan penuh rasa cinta pada kita semua, pada kehidupan dan Hidup itu sendiri. Inilah j o h N o t e.

Monday, February 15, 2010

Still Hard to Say I’m Sorry ?? (part 2)

Putri yang sedang mati suri menyerah pasrah dalam dekapan King Koil, wajahnya terbenam dalam bantal yang banjir karena sungai yang mengalir deras dari jendela hatinya. AC di kamarnyapun dengan kompak ikut beradaptasi, dingin, menusuk tubuh ningratnya, walaupun tidak sedingin hatinya yang membeku, kaku, dan memasang papan peringatan besar bertuliskan huruf yang besar-besar juga, “JANGAN GANGGU AKU”, khusus ditujukan untuk Yang Terhormat Raden Sastrowijoyo. Lima tahun belakangan ini hidupnya bagaikan roller coaster yang diputar terlalu cepat oleh sang operator psikopat. Sebentar Putri di atas, menikmati keindahan bersama Josh, tapi dalam sekejap dia dibanting jatuh jumpalikan ke bawah oleh kegarangan Raden Sastro. Lelah. Dia ingin berteriak keras-keras pada sang operator untuk menghentikan permainan itu, tapi Josh dengan segala keoptimisannya yang naif selalu mampu meyakinkan Putri untuk tetap bertahan duduk di roller coaster itu, menunggu dengan harap saat dia ada di atas, menikmati keindahan bersama Josh. Itulah penawar racunnya, yang menyembuhkan dia ketika dia sakit karena jatuh terjerembab, bahkan ketika dia mati suri seperti sekarang ini. Putri tersenyum, dia sedang berkendara menyusuri kenangan-kenangan indahnya bersama Josh.


Tiba-tiba sesuatu mendorong dia untuk mengingat percakapannya dengan Josh di suatu sore. Percakapan yang sampai sekarang sulit dia pahami. Josh mengatakan istilah-istilah yang baginya aneh dan tidak dia mengerti, namun entah kenapa itu tetap tersimpan di hatinya, dan sekarang justru dihidangkan kembali buat dia di saat seperti ini. Appetizer “Kasihilah musuhmu” yang disusul dengan hidangan utama “Kita punya kemampuan mengampuni yang tak terbatas karena pengampunan tak terbatas yang diberikan SANG PENCIPTA buat kita” ditutup dengan dessert “Pengampunan adalah pilihan” membuat jiwa Putri merasa kenyang. Dia ingat benar, waktu itu dia berkata pada Josh, “Ah, Josh, rasanya Chicago lebih bener deh, lebih masuk akal…” Josh tersenyum, “Apa? Hard to Say I’m Sorry?” Putri mengangguk, “Iya, Hard to Say I’m Sorry.” Josh tetap tersenyum. Dia mulai memberikan rahasia dapur dari hidangan-hidangan itu pada Putri. Putri mendengarkan dan berusaha keras untuk mengerti. Tapi dia gagal. Sekarang hidangan-hidangan itu menyeruak di tengah perjalanannya mengenang keindahan bersama Josh.


Entah bagaimana, hidangan itu kini seolah-olah dihidangkan dalam kemasan yang lebih menggugah selera dan mudah dia cerna. “Appetizer yang aneh…” gumam Putri. Bukan hal yang mudah bagi Putri untuk mencernanya. Tapi sesuatu seolah-olah memaksanya untuk menelan saja appetizer itu. Sekarang hidangan utamanya. “Hmmmpphhh…. Apa-apaan sih ini?” Putri hampir saja memuntahkannya, tapi sekali lagi ada yang seolah-olah membantu dia untuk menelannya. Membantu? Ya, kali ini dia malah mulai berinisiatif menelan hidangan itu walaupun tadi dia hendak memuntahkannya. Putri mulai merasa kenyang, tapi dia tahu pasti masih ada satu tempat buat dessert.
Dia melongok ke nampan yang dihidangkan padanya. Dessert itu akan merubah hidup Putri jika dia memakannya. Tapi untuk mengambil dan memakannya adalah sebuah pilihan yang benar-benar sulit bagi Putri. Putri mencoba untuk mencari sesuatu yang tadi membantunya untuk melahap appetizer dan hidangan utama yang sama sekali tidak mudah itu. Dimana…?? Ah! Dia tidak dapat menemukannya. “Well, aku sendiri ya yang harus memilih? Aku sendiri ya yang harus mbuat keputusan?” Putri bertanya, entah pada siapa, dia sendiri juga tidak mengerti. “Drrrrrrtttt…” ponselnya bergetar memanggil. Dia melirik dengan segan. Di layar nampak nama Josh. Dia tersenyum sambil bergumam, “Besok aja ya Josh, it’s between me and the dessert…” Untuk pertama kalinya Putri mengabaikan Josh. Malam ini urusan dessert lebih penting dari Josh. Konsentrasinya kembali terpusat pada dessert. Kini dia sudah memutuskan……


Putri terbiasa mengunci kamarnya pada waktu malam, dia tidak ingin seseorangpun mengganggunya ketika dia tidur. Namun, malam itu semua di luar kebiasaan, Putri tidak mengunci kamarnya, mungkin karena dia terlalu lelah, luluh lantak dihajar gertak sang bapak yang galak. Setengah lima pagi. Matahari masih tidur nyenyak, tapi tidak dengan Putri. Dia terhenyak dari tidurnya yang nyenyak karena ada yang membuka pintu kamarnya. Raden Sastro melangkah masuk. “Nduk, bapak mau ngambil tiket pesawat, kemarin bapak lupa ngambil. Dimana ya?” Tiket itu ada di meja, di dekat ranjang Putri. Raden Sastro mengambilnya. Dia melirik Putri sekilas pandang dan menghembuskan nafas panjang. Hatinya sungguh lelah dan jengah karena timbunan sampah sumpah serapah semalam, namun dia pun terlalu pongah, tak mau kalah, walaupun ingin sekali dia mempunyai hati yang kembali ramah. “Nduk, bapak pergi dulu ya.” Raden Sastro pergi melangkah.


Tepat ketika tangannya meraih kenop pintu, udara di kamar itu membeku dan tubuhnya pun seolah kaku oleh panggilan sayu dari Putri, putrinya yang ayu. “Pak…” Seketika itu juga, kebekuan tak lagi mengikat namun meleleh dan mengalirkan kehangatan dalam sekat hati Raden Sastro. Dia membalikkan badannya dengan cepat. Tiba-tiba saja Putri sudah ada di hadapannya, dan seketika itu juga memeluknya sambil mengurai derai sungai dari ngarai hatinya. Tak banyak kata terucap. “Maafkan Putri ya Pak…” Derai sungai dari ngarai hati Putri berbicara lebih dari itu semua. Kini dia melihat dirinya sebagai Sastrowijoyo. “Keradenan” dan “keningratannya” dia tanggalkan. Pagi itu dia ikut bersama menikmati dessert yang dipilih Putri semalam. Pak Supri, sopir pribadinya dan pesawat yang akan membawanya dalam perjalanan bisnis bisa menunggu. “Maafkan bapak ya nduk…” Tidak banyak kata terucap. Derai sungai dari ngarai hatinya berbicara lebih dari semua yang bisa dia ucapkan. Melepas segala keras hati, mengobati nyeri sanubari, menghapus hati yang lelah dan jengah, serta meruntuhkan sekat laknat di antara mereka. Ya, mereka. Putri dan bapaknya, Raden Sastrowijoyo.


“Halo, Josh…” Putri menyapa, ceria. “Iya, Putri…” jawab Josh di ujung sana. “Ternyata Chicago gak bener-bener banget ya… Ya, hard sih to say I’m sorry, tapi ternyata nggak gitu banget kok... (hanya diam di ujung sana) Josh…??” “Hahaha…. Iya Putri, aku baru bangun tidur nih.” Josh melirik teman tidurnya semalam. Mereka berdua berpelukan. Tanpa busana, tanpa rasa takut, dan tanpa merasa bersalah.




(“Hard to Say I’m Sorry??” is inspired by a true story)

3 comments:

Aditya Pandu Satria said...

pilihan kata yg berat tapi asik dibaca. hmmm keren john hahaha...
jadi josh iki sopo ne putri? hahaha
koyok cerpen yo...

Aditya Pandu Satria said...

oh iya... i like the way u mix up the character "raden sastro" ptama ne ga tau aku lek iku bapake
hahaha
asik

John said...

Han, thank u wes mbaca n ngasih komen... Josh n Putri tuh org2e kmu kenal kok :p cm disamarno sedemikian rupa ae... Hehehe...